Post by Admin on May 20, 2016 4:01:44 GMT 7
Canberra: Cerita Berantai Aneh
Lokasi: Grup Whatsapp OWOP 2
Yang Berpartisipasi:
1. Wahyu
2. Putri
2. Dini
3. Nana
4. Zu
5. Depi
_____________
Satu persatu langkah kupijakkan. Tak ingin kulewati tiap detil pepohonan dihadapanku. Kamera sederhana yang kutenteng mungkin tak sesederhana mimpi yang kupatri dalam benakku. Mencitrakan keindahan negeriku, kemudian menyuarakannya ke seantero dunia.
"Hey!"
Walau tenggelam dalam duniaku melalui lensa kesayangan, hanya ada satu orang yang mampu menarikku kembali ke alam nyata. Dengan suaranya yang lantang, dan derap langkah khas di jalanan yang berlubang konbloknya, aku bisa pastikan siapa dia bahkan sebelum akhirnya kuturunkan kamera dan membalikkan badan.
"Kok diem aja?" dia melambaikan tangannya di depan wajahku.
"Terus aku harus gimana? Guling-guling sambil bilang 'IH,WOW!' gitu?" Aku berusaha sok cuek seperti biasanya.
"Ralat: guling-guling sambil bilang 'Dewa ganteng banget!' gitu." Dia menyunggingkan senyum lebarnya.
Dugh.
"Aduh." Dewa mengusap tulang kering yang kutendang dengan sengaja.
Lalu, aku pun berlari sambil menjulurkan lidah.
"Wi! Jadi cewek jangan brutal-brutal banget, dong. Pantes belum dapet jodoh juga...." kata Dewa mengejek.
Aku tidak peduli. Jodoh bukan perhatian utamaku saat ini. Bagiku, lomba foto jurnalis bulan depan adalah hal yang menentukan jalan hidupku ke depan. Jika berhasil menjadi pemenang, aku akan langsung diterima di media favoritku dan tentu saja aku bakal bebas pergi ke pelosok negeri, mengambil foto, dan memperkenalkannya ke seluruh dunia.
Dewa memang menarik, kuakui itu. Tapi sayangnya, dia juga rival terbesarku dalam meraih mimpiku ini. Padahal aku ingin datang sendiri, tapi dia malah mengikutiku sampai ke sini. Memangnya dia tidak bisa mencari objek foto sendiri, apa?
"Kalau menang mau ngapain sih?" Dewa terlihat menjauh dariku dan menyusuri jalan setapak yang kini menjadi fokus pada lensa kamera.
Klik. Bunyi dari lensa kameraku terdengar pelan.
Aku terkesiap, kaget karena tanpa sadar melakukan hal di luar akal sehatku.
Aku mengecek hasil jepretan tak sengaja barusan. Awalnya tidak ada yang menarik, hanya foto pepohonan di seberang aku dan Dewa berdiri.
"Eh, coba perbesar bagian ini." Dewa tiba-tiba sudah ikut melihat kameraku, menunjuk ke salah satu bagian foto. Aku memperbesar bagian itu.
"Coba perhatikan. Ada yang aneh dengan pohon itu kan?" Dewa mulai serius melihat bagian yang ia tunjuk tadi.
"Mana sih mana?" Aku yang penasaran, semakin mendekatkan wajahku ke kamera.
"Ituu... pohon ketiga." Dewa semakin serius menunjuk foto yang ada di kameraku.
Aku yang semakin penasaran pun memperbesar kameraku.
"Manaaaa?" Aku pun tak sabaran.
"Itu.. ada..." Dewa menutup mulutnya menahan teriakan.
"Apaan sih?" Aku malah menjadi ketakutan.
"Ada kumbang yang kayak di tipi-tipi. Kayaknya langka deh."
DUGH.
Kali ini kepala Dewa yang jadi sasaran jitakanku.
"Dewa gembel!"
Dewa mengusap-usap bagian kepalanya yang kena jitak. Sambil cemberut, dia berkata "Dewa enggak gembel. Dewa kan ganteng macam Dewa-Dewa Yunani gitu..."
Aku meringis, "garing, Wa."
Lalu cowok berbadan tegap berhati bocah itu terkekeh pelan. "Dewi juga cantik kok, kayak--"
"Dewi-Dewi Yunani? Hera atau Artemis gitu?" potongku. Mau tak mau sedikit merasa senang karena dipuji.
"Bukan, itu lo... Dewi Ular Putih yang ada di Indosiar."
"Itu SILUMAN! Bukan DEWI!" kataku keki. Aku mendengus kesal setelahnya.
"Yaa.... tapikan cantik pokoknya...."
Aku tersenyum geli melihat tingkahnya. Ah Dewa, seandainya aku bisa didekatmu seperti ini selamanya, pasti menyenangkan. Ya, aku tahu kita sering bertengkar, tapi kita sama-sama tahu bahwa itu menyenangkan. Dewa, seandainya kamu tahu, aku adalah makhluk dari planet lain. Bagaimanapun kelak aku harus kembali dan kita tidak bisa bersama. Bahkan kau mungkin akan menjauhiku, saat tahu bahwa aku sebenarnya memiliki 9 tanduk yang akan muncul jika aku lupa meminum ramuan.
Bersambung (?)
Lokasi: Grup Whatsapp OWOP 2
Yang Berpartisipasi:
1. Wahyu
2. Putri
2. Dini
3. Nana
4. Zu
5. Depi
_____________
Satu persatu langkah kupijakkan. Tak ingin kulewati tiap detil pepohonan dihadapanku. Kamera sederhana yang kutenteng mungkin tak sesederhana mimpi yang kupatri dalam benakku. Mencitrakan keindahan negeriku, kemudian menyuarakannya ke seantero dunia.
"Hey!"
Walau tenggelam dalam duniaku melalui lensa kesayangan, hanya ada satu orang yang mampu menarikku kembali ke alam nyata. Dengan suaranya yang lantang, dan derap langkah khas di jalanan yang berlubang konbloknya, aku bisa pastikan siapa dia bahkan sebelum akhirnya kuturunkan kamera dan membalikkan badan.
"Kok diem aja?" dia melambaikan tangannya di depan wajahku.
"Terus aku harus gimana? Guling-guling sambil bilang 'IH,WOW!' gitu?" Aku berusaha sok cuek seperti biasanya.
"Ralat: guling-guling sambil bilang 'Dewa ganteng banget!' gitu." Dia menyunggingkan senyum lebarnya.
Dugh.
"Aduh." Dewa mengusap tulang kering yang kutendang dengan sengaja.
Lalu, aku pun berlari sambil menjulurkan lidah.
"Wi! Jadi cewek jangan brutal-brutal banget, dong. Pantes belum dapet jodoh juga...." kata Dewa mengejek.
Aku tidak peduli. Jodoh bukan perhatian utamaku saat ini. Bagiku, lomba foto jurnalis bulan depan adalah hal yang menentukan jalan hidupku ke depan. Jika berhasil menjadi pemenang, aku akan langsung diterima di media favoritku dan tentu saja aku bakal bebas pergi ke pelosok negeri, mengambil foto, dan memperkenalkannya ke seluruh dunia.
Dewa memang menarik, kuakui itu. Tapi sayangnya, dia juga rival terbesarku dalam meraih mimpiku ini. Padahal aku ingin datang sendiri, tapi dia malah mengikutiku sampai ke sini. Memangnya dia tidak bisa mencari objek foto sendiri, apa?
"Kalau menang mau ngapain sih?" Dewa terlihat menjauh dariku dan menyusuri jalan setapak yang kini menjadi fokus pada lensa kamera.
Klik. Bunyi dari lensa kameraku terdengar pelan.
Aku terkesiap, kaget karena tanpa sadar melakukan hal di luar akal sehatku.
Aku mengecek hasil jepretan tak sengaja barusan. Awalnya tidak ada yang menarik, hanya foto pepohonan di seberang aku dan Dewa berdiri.
"Eh, coba perbesar bagian ini." Dewa tiba-tiba sudah ikut melihat kameraku, menunjuk ke salah satu bagian foto. Aku memperbesar bagian itu.
"Coba perhatikan. Ada yang aneh dengan pohon itu kan?" Dewa mulai serius melihat bagian yang ia tunjuk tadi.
"Mana sih mana?" Aku yang penasaran, semakin mendekatkan wajahku ke kamera.
"Ituu... pohon ketiga." Dewa semakin serius menunjuk foto yang ada di kameraku.
Aku yang semakin penasaran pun memperbesar kameraku.
"Manaaaa?" Aku pun tak sabaran.
"Itu.. ada..." Dewa menutup mulutnya menahan teriakan.
"Apaan sih?" Aku malah menjadi ketakutan.
"Ada kumbang yang kayak di tipi-tipi. Kayaknya langka deh."
DUGH.
Kali ini kepala Dewa yang jadi sasaran jitakanku.
"Dewa gembel!"
Dewa mengusap-usap bagian kepalanya yang kena jitak. Sambil cemberut, dia berkata "Dewa enggak gembel. Dewa kan ganteng macam Dewa-Dewa Yunani gitu..."
Aku meringis, "garing, Wa."
Lalu cowok berbadan tegap berhati bocah itu terkekeh pelan. "Dewi juga cantik kok, kayak--"
"Dewi-Dewi Yunani? Hera atau Artemis gitu?" potongku. Mau tak mau sedikit merasa senang karena dipuji.
"Bukan, itu lo... Dewi Ular Putih yang ada di Indosiar."
"Itu SILUMAN! Bukan DEWI!" kataku keki. Aku mendengus kesal setelahnya.
"Yaa.... tapikan cantik pokoknya...."
Aku tersenyum geli melihat tingkahnya. Ah Dewa, seandainya aku bisa didekatmu seperti ini selamanya, pasti menyenangkan. Ya, aku tahu kita sering bertengkar, tapi kita sama-sama tahu bahwa itu menyenangkan. Dewa, seandainya kamu tahu, aku adalah makhluk dari planet lain. Bagaimanapun kelak aku harus kembali dan kita tidak bisa bersama. Bahkan kau mungkin akan menjauhiku, saat tahu bahwa aku sebenarnya memiliki 9 tanduk yang akan muncul jika aku lupa meminum ramuan.
Bersambung (?)