Post by Helmi Yani. Azn on May 10, 2016 18:05:38 GMT 7
Perbedaan antara penulis hebat dan penulis buruk itu enggak ada hubungannya dengan bakat, tetapi lebih kepada ketekunan.
Apa yang penulis hebat lakukan?
Penulis hebat selalu rajin berlatih. Mereka selalu ada waktu untuk menulis, merangkai kata, dan mengedit sampai tulisannya betul-betul baik dan benar. Mereka juga bersedia untuk menghabiskan waktunya sampai berjam-jam bahkan berhari-hari hanya untuk melakukan revisi.
Penulis hebat harus siap menerima kritik dengan tangan terbuka dan tak segan-segan mengucapkan "terima kasih" kepada siapa pun yang memberikan masukan terhadap karya-karyanya. Mereka selalu berpikir positif bahwa setiap masukan yang mereka terima adalah semata-mata untuk membuat karya-karya mereka menjadi lebih baik lagi ke depannya.
Penulis hebat meyakini petuah Hemingway yang mengatakan bahwa setiap draft pertama adalah sampah, dan mereka selalu siap sedia untuk memperbaikinya.
Penulis hebat selalu percaya apa yang sedang mereka lakukan. Mereka percaya bahwa menulis bukan hanya soal profesi dan hobi. Menulis adalah panggilan, lebih tepatnya, panggilan jiwa.
Apa yang penulis buruk tidak lakuan?
Penulis buruk enggak pernah memahami hal ini, dan itulah yang menyebabkan mereka menjadi penulis buruk. Mereka terlalu percaya diri dan menganggap bahwa tulisan mereka telah mencapai titik kesempurnaan, sehingga mereka menutup diri untuk merevisi dan menulis ulang. Mereka terlalu sombong, angkuh, dan besar kepala.
Mengapa mereka tidak pernah ingin merevisi tulisannya? Mengapa mereka kerap enggan untuk menulis ulang tulisannya? Sebab, mereka malas. Ya, malas! Mereka pikir menulis adalah pekerjaan yang sekali tulis langsung jadi. Padahal, enggak pernah ada tulisan bagus yang ditulis sekali jadi!
Banyak penulis buruk yang berpikir bahwa mereka adalah penulis besar. Barangkali kita termasuk di antaranya. Keras kepala. Kepala batu. Padahal, karya-karya mereka (mungkin juga kita) tidak sebagus yang mereka kira.
Ketika ada seseorang yang memberi masukan terhadap karya-karyanya, mereka cenderung defensif. Mereka hanya menyukai pujian. Pujilah karya mereka setinggi bintang-bintang di angkasa, tentu mereka akan mendengarkannya dengan telinga selebar semesta. Kritiklah karya mereka serendah bebatuan yang berada di dasar jurang, mereka akan segera pergi sejauh mungkin tanpa mau mendengarkan.
Sekarang, saatnya untuk memilih: ingin menjadi penulis hebat atau penulis buruk?[]
Sumber: sipenulis.com/
Apa yang penulis hebat lakukan?
Penulis hebat selalu rajin berlatih. Mereka selalu ada waktu untuk menulis, merangkai kata, dan mengedit sampai tulisannya betul-betul baik dan benar. Mereka juga bersedia untuk menghabiskan waktunya sampai berjam-jam bahkan berhari-hari hanya untuk melakukan revisi.
Penulis hebat harus siap menerima kritik dengan tangan terbuka dan tak segan-segan mengucapkan "terima kasih" kepada siapa pun yang memberikan masukan terhadap karya-karyanya. Mereka selalu berpikir positif bahwa setiap masukan yang mereka terima adalah semata-mata untuk membuat karya-karya mereka menjadi lebih baik lagi ke depannya.
Penulis hebat meyakini petuah Hemingway yang mengatakan bahwa setiap draft pertama adalah sampah, dan mereka selalu siap sedia untuk memperbaikinya.
Penulis hebat selalu percaya apa yang sedang mereka lakukan. Mereka percaya bahwa menulis bukan hanya soal profesi dan hobi. Menulis adalah panggilan, lebih tepatnya, panggilan jiwa.
Apa yang penulis buruk tidak lakuan?
Penulis buruk enggak pernah memahami hal ini, dan itulah yang menyebabkan mereka menjadi penulis buruk. Mereka terlalu percaya diri dan menganggap bahwa tulisan mereka telah mencapai titik kesempurnaan, sehingga mereka menutup diri untuk merevisi dan menulis ulang. Mereka terlalu sombong, angkuh, dan besar kepala.
Mengapa mereka tidak pernah ingin merevisi tulisannya? Mengapa mereka kerap enggan untuk menulis ulang tulisannya? Sebab, mereka malas. Ya, malas! Mereka pikir menulis adalah pekerjaan yang sekali tulis langsung jadi. Padahal, enggak pernah ada tulisan bagus yang ditulis sekali jadi!
Banyak penulis buruk yang berpikir bahwa mereka adalah penulis besar. Barangkali kita termasuk di antaranya. Keras kepala. Kepala batu. Padahal, karya-karya mereka (mungkin juga kita) tidak sebagus yang mereka kira.
Ketika ada seseorang yang memberi masukan terhadap karya-karyanya, mereka cenderung defensif. Mereka hanya menyukai pujian. Pujilah karya mereka setinggi bintang-bintang di angkasa, tentu mereka akan mendengarkannya dengan telinga selebar semesta. Kritiklah karya mereka serendah bebatuan yang berada di dasar jurang, mereka akan segera pergi sejauh mungkin tanpa mau mendengarkan.
Sekarang, saatnya untuk memilih: ingin menjadi penulis hebat atau penulis buruk?[]
Sumber: sipenulis.com/